Menakar
Profesionalisme Guru
![]() |
sumber gambar :awsimages.detik.net.id |
Oleh
Liansyah
Menakar
Praksis pendidikan selalu identik dengan contoh sebuah film Laskar Pelangi
karya Andrea Hirata. Air mata para penonton tak tertahan, seakan menggunakan
satu petualangan batin sendiri yang begitu nyata. Dunia pendidikan satu sisi di
sadari menjadi kunci perubahan suatu negara, namun di sisi lain pihak negara
(pemerintah) dengan segala keterbatasanya selalu mencari alibi untuk
benar-benar membenahi sistem pendidikan. Begitu banyak persoalan yang
melingkupi duni pendidikan seakan seperti kemelut yang sulit di urai. Niat baik
pemerintah yang di wujudkan dalam Undang-undang tenaga pengajar No.14/2005
dalam pelaksanaanya ternyata masih menuai persoalan.
Dalam
pasal 14 ayat 1a menegaskan bahwa dalam
melaksanakan tugas keprofesionalisme, guru berhak memperoleh penghasilan di
atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesajahteraan sosial. Manakala program
sertifikasi guru di laksanakan pun tunjangan telah diberikan, masih meyisakan
kesangsian bahwa guru belum dapat
melaksanakan kinerjanya secara maksimal.
Dilema
Profesi guru, di era globalisasi dan isu pragmatis pendidikan telah membawa
perubahan sikap dan mental yang positif, banyak para guru dan tokoh nasional
yang tetap konsisten mengusung
nilai-nilai moral dan idealisme sebagai pendidik,yang dirindukan peserta
didiknya karena ketokohan dan teladan moralitas luar biasa, namun disisi lain,
dalam konteks kekinian, nilai-nilai terebut semakin tergeser dan terkontaminasi
dampak negatif pola hidup yang teramat instan dan pragmatis, ini merupakan
tabir gelap dunia pendidikan yang semakin transparan dan mewabah, terutama
berbagai perilaku menyimpang yang dimainkan para oknum pendidik dan birokrat
yang secara sadar atau tidak sadar, telah tergerus arus konsumtif dan meterialistis,
sehingga isu komersalisasi, penyalahgunaan wewenang, kekuasaan dan pungutan
liar, bukan hanya milik politisi, namun telah merambah pada dunia pendidikan.
Maka jika hal ini terus di biarkan, tentu sangat membahayakan, kenyataan bahwa
pendidikan seharusnya ideal dan profesional akan terintervensi oleh liberalism
wacana idealisme dan profesionalimse akan semakin terpinggirkan, dan kejujuran
dalam pendidikan hanya akan menjadi ucapan belaka.
Charles
Silberman (1987), mengungkapkan tugas seorang guru, guru bukan saja harus tahu
banyak tentang bahan pelajaran dan menguasainya, tetapi juga harus memahami
karakteristik para siswanya. Guru juga harus memiliki atau mengemban bakat
untuk mengajar, merancang bahan pembelajaran, tugas-tugas menilai proses dan
hasil belajar, dan juga menegakkan dispilin, sebagai pendidik, guru tidak hanya
berperan menyampaikan pengetahuan, tetapi juga melatih keterampilan, membentuk
sikap dan memindahkan nilai-nilai kebaikan.
Selain itu
untuk menjadi Guru Profesional dan Idelis seorang gurus harus MenIntegrasikan antar IMTAQ & IPTEK, dalam KehidupanMenurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), integrasi berarti pembaruan hingga menjadi kesatuan yang
utuh. Integrasi jika di pandang secara politis adalah penyatuan berbagai
kelompok dalam kesatuan wilayah Nasional yang membentuk suatu Indentitas, dapat
ditarik kesimpulan integrasi adalah menyatukan berbagai perbedaan menjadi
kesatuan yang utuh.
Tidak dapat
di pungkiri dari sisi lain Iptek (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) telah
memberikan berkah dan anugerah yang luar biasa bagi kehidupan manusia namun
disisi lain dikarnakan penyebaran iptek di berbagai segi kehidupan dan tidak
terbendungnya arus informasi yang masuk, tanpa memandang batas teritorial suatu
negara. Sehingga Iptek di anggap telah mendatangakan petaka yang mengancam
nilai-nilai kemanusian, seperti mengikis budaya daerah disebabkan
masuknya budaya asing, serta banyak intelektual tepelajar justru
melakukan korupsi, Narkoba, Pornoaksi dan lain lain sehingga menyebabkan
degradasi moral terhadap manusia.
Tersebab hal
tersebut di Perlukan Gagasan pengintegrasian antara Ilmu Pengetahuan dan
Teknlogi (IPTEK) dengan Iman dan Ketaqawaan (IMTAQ) dalam kehidupan,
disebabakan oleh kenyataan bahwa pengembangan iptek tampaknya berjalan sendiri
tanpa di iringi oleh Imtaq sehingga dikhawatirkan akan merosotnya karakter dari
manusia. Imtaq sendiri adalah sebuah makna tersirat yang mengandung arti bahwa
kepercayaan seorang terhadap Penciptanya, membenarkanya dengan hati, kemudian
mengakuinya secara lisan serta diikrarkan dengan perbuatan saleh dan
menjalankan segala yang diperintahkan dengan menjauhi segala yang dilarang
(sesuai ketentuan kepercayaannya masing-masing).
Diperlukan
usaha yang sangat kuat untuk memperbaiki raport merah yang ada pada Iptek agar
menjadi satu kesatuan dengan Imtaq ini karena bebrapa alasan pertama
Iptek akan memberikan berkah yang sangat luar biasa apabila diarahkan
dengan baik dan diiringi dengan Imtaq sebaliknya tanpa adanya Imtaq untuk
mengiring Iptek, Iptek akan disalahgunakan pada tujuan yang bersifat negatif
dan mengancam nilai kemanusian. Kedua kenyataan bahwa Iptek telah mempengaruhi
dan menimbulkan pola hidup yang lebih instan individualis dan matrealistik
terlihat jelas orang lebih senang dengan makanan cepat saji serta tidak
terprospoinalnya jam olahraga sehingga menimbulkan pola hidup yang tidak sehat
serta melunturnya budaya gotong royong yang sudah sangat dijunjung tinggi
sehingga menimbulkan orang lebih sering mementingkan kehidupannya masing
tanpa memperdulikan kehidupan sekitar, yang menyebabkan degradasi nilai
kebudayan yang dianut bangsa kita.
Ketiga dalam
kehidupan seseorang bukan hanya memerlukan asupan berupa karbohidrat, vitamin
dan suplemen lainya tetapi juga memerlukan siraman rohani, sehingga diperlukan
keseimbangan antara iptek dan Imtaq agar tidak pincang sebelah. Keempat Imtaq
menjadi landasan yang sangat kuat untuk mengantarkan seseorang kekehidupan akhirat
yang bahagia.
Merupakan
tugas setiap individu maupun lingkungan sosial untuk menjalankan imtaq sejalan
dengan undang undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan yaitu
“mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, Akhlak mulia, sehat beriman, cakap,
kreatif mandiri dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Jelas
sudah bahwa imtaq sangat diperlukan seseorang untuk mengantarkan ke dunia
sosial yang mampu bersaing secara baik, dan menjadi peneguh karakter ditengah
pengaruh Iptek yang begitu besar.
Kemajuan
berbagai segi kehidupan dalam bidang teknologi dan ilmu penegetahuan perlu
di selaraskan dengan Imtaq ada beberapa upaya yang dapat dilakukan di
antaranya adalah dengan memperdalam ilmu agama seusai dengan firman Allah Swt “
hai orang orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah Swt dengan
sebenar-benarnya takwa, dan jangan sekali-kali kamu mati melainkan dalam
keadaan ber-agama Islam.” (Q.S AL-Imran :102). Dengan melaraskan anatara
penegetahuan dan taqwa seseorang tidak akan mudah melakukan kejahatan –
kejahatan seperti korupsi, penyalahgunaan narkoba, karena sudah tertanam sifat
ketaqwaan yang kuat. Kedua dengan mempelajari ilmu penegetahuan sesuai dengan
perkembangan zaman agar tidak ketinggalan dan tertelan oleh kecepatan zaman
kemudian belajar untuk mengekspor diri melalaui proses belajar yang
aktif,kreatif, efektif dengan memasukan nilai-nilai imtaq dalam proses
pembelajaran misalkan seorang guru menjelaskan tentang Bumi maka bisa dimasukan
nilai keagamaan didalamnya dengan mengatakan bahwa “bumi adalah ciptaan Allah,
dikarenakan ini ciptanNya marilah kita bersyukur dan selalu bertakwa
kepadaNya.”
Ketiga
seseorang harus berupaya semaksimal mungkin untuk mengendalikan perkembangan
Teknologi dan mengeliminasi dampak negatif sekecil mungkin misalkan dalam dunia
gadget seorang cenderung menggunakan gadget sebagai media untuk bertukar
informasi namun begitu banyak situs situs yang bertentangan dengan moral
manusia, alangkah indahnya jika media sosial digunakan sebagai proses
pembelajaran, sebagai media dakwah, sebagai sumber dalam mencari berbagai
informasi tetapi tidak lupa untuk menyaring secara maksimal
informasi yang masuk.
Oleh karena
itu ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan wahana untuk memudahkan
segala jenis kebutuhan perlu diarahkan dan disesuaikan dengan Imtaq agar
mengarahkan seseorang menjadi generasi yang cerdas dan beriman tanpa melupakan
eksistensi sebuah teknologi, itulah mengapa iptek dan imtaq harus
diharmonisasikan karena hakikat sejati sebuah pengetahuan adalah untuk
mencptakan insan yang mulia dan memiliki kredbelitas yang tinggi seperti
pepatah mengatakan sebaik baik manusia adalah yang paling baik akhlaknya dan
bermanfaat bagi orang lain.
Citra Guru,
sosok guru di tanah air mendapat julukan sebagai sosok ajaib, karena dengan
pengahasilan yang minim mereka tetap bisa hidup kendati penuh kesederhanaan,
melalui gaya gali lubang tutup lubang, adalah slogan klasik yang masih dipakai
oleh tenaga pendidik, yang tak mau melacurkan profesinya untuk meraih materi
yang di anggap haram. Walaupun mereka masih di hadapkan pada oknum rekan
kerjanya yang melakukan bisnis buku ajar, pat-plagiat dan BOS, dan lain
sebagianya. Dahulu performance para guru sangat mulia dan di hormati. Mereka
mendapat julukan “guru tanpa jasa”. Kini keadaan masyarakat telah sebagai salah
satu dampak dari kebijakan ekonomi dan politik. Pada era reformasi, tampak
jelas rapuhnya dan rentannya semua elemen dalam sistem penyelenggraan negara,
sehingga krisis ekonomi, politik, moral hukum tidak juga mereda.
Kini
zaman telah mengubah dan berubah, sehingga mendorong para guru untuk berani
menyuarakan hati nurani dan eksistensinya, jika akhir-akhir ini banyak guru
honorer yang berdemo, atau kekersan pada seorang guru yang dilancarkan oleh
siswanya. Begitu banyak hal yang sangat kursial melanda seorang guru, sebagai
akibat ketidakesungguhan pemerintah pada dunia pendidikan.
Dengan
demikian, reposisi pendidikan yang menyeluruh menjadi alternatif terbaik dalam
menjawab dan memberi solusi terhadap berbagai krisis, termasuk profeionalisme
guru. Melalui reposisi pendidikan akan melahrikan SDM yang berkualitas untuk
bangsa dan negara. Reposisi pendidikan adalah pembenahan/perbaikan sistem pendidikan
yang kurang tepat, dapat dilakukan oleh ilmuwan atau ahli pendidikan dan semua
elemen pendidikan, untuk memperbaiki mata rantai keterpurukan dan krisi mental
bangsa ini.
Penulis
adalah Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam Semseter 4/D IAIN Pontianak.